Raden Ajeng Kartini, atau yang akrab disapa Kartini, adalah pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dengan perjuangannya dalam memajukan emansipasi wanita. Lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Ayahnya, Raden Mas Adipati Sosroningrat, adalah seorang bupati Jepara, sedangkan ibunya, Ngasirah, adalah seorang juru kunci.
Kartini hanya menempuh pendidikan formal selama 3 tahun di Europeesche Lagere School (ELS) Jepara.
Setelah itu, ia harus dipingit karena adat istiadat yang berlaku saat itu. Namun, keterbatasan ini tidak mematahkan semangat Kartini untuk belajar. Ia membaca banyak buku dan surat kabar, serta bertukar surat dengan teman-teman dan bangsawan Eropa.
Melalui surat-suratnya, Kartini mengungkapkan keprihatinan atas kondisi wanita pribumi pada masa itu yang terbelenggu oleh tradisi dan adat istiadat yang membatasi hak dan kesempatan mereka. Ia bercita-cita untuk melihat wanita Indonesia memiliki akses pendidikan yang sama seperti pria, serta dapat berperan aktif dalam masyarakat.
Baca Juga : Wage Rudolf Supratman: Sang Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Pemikiran-pemikiran Kartini tentang emansipasi wanita menuai banyak pujian dan dukungan dari berbagai kalangan. Pada tahun 1903, ia menikah dengan Raden Adipati Djojoadiningrat, seorang bupati Rembang. Meskipun telah menikah, Kartini tetap aktif memperjuangkan hak-hak wanita. Ia mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Rembang dan aktif dalam berbagai organisasi wanita.
Pada tanggal 31 Januari 1904, Kongres Wanita Pertama diselenggarakan atas prakarsa Kartini. Kongres ini merupakan tonggak penting dalam sejarah pergerakan wanita Indonesia. Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan penting, seperti mendirikan organisasi wanita “Perikatan Perempuan Sedar” dan mendorong pendidikan bagi perempuan.
Namun, nasib berkata lain. Kartini wafat pada tanggal 17 September 1904 di usia muda, yaitu 25 tahun. Ia meninggal setelah melahirkan anak pertamanya. Meskipun telah tiada, semangat Kartini terus hidup dan menginspirasi banyak wanita Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Pada tanggal 21 April 1966, Kartini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno. Hari kelahirannya, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini setiap tahunnya sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya dalam memajukan emansipasi wanita di Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Meskipun Kartini telah tiada sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, pemikiran-pemikirannya tentang emansipasi wanita tetap relevan hingga saat ini. Perjuangannya telah membuka jalan bagi kemajuan wanita Indonesia dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, dan ekonomi.
Di masa kemerdekaan, semangat Kartini terus dikobarkan oleh para pejuang wanita yang memperjuangkan hak-hak perempuan dalam konstitusi negara. Pada tahun 1945, Pancasila disahkan sebagai dasar negara Indonesia, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kesetaraan gender.
Perjuangan emansipasi wanita terus berlanjut hingga saat ini. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti diskriminasi gender, kekerasan terhadap perempuan, dan kesenjangan gender dalam berbagai bidang.
Semangat Kartini harus terus dilestarikan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus terus berusaha untuk mewujudkan cita-cita Kartini, yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan setara bagi semua, termasuk wanita.
Penutup
Raden Ajeng Kartini adalah sosok pahlawan nasional yang inspiratif. Ia telah menunjukkan kepada kita bahwa wanita memiliki potensi yang luar biasa dan mampu mencapai apa pun yang mereka cita-citakan. Semangat Kartini harus terus kita jaga dan lestarikan agar perjuangannya tidak sia-sia.